Rabu, 28 November 2012

PELATIHAN TOT PEMANDU SEKOLAH LAPANG GAP SAYURAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS SAYURAN EKSPORT





Dinas Pertanian  Kehutanan dan Peternakan Provinsi Kepulauan Riau mengadakan kegiatan pelatihan TOT (Training of Trainer) Pemandu Sekolah Lapang GAP (Good Agriculture Practices)  Sayuran dan Sosialisasi Teknologi Sayuran. Kegiatan ini dilakukan terkait adanya perjanjian kerjasama eksport sayuran  yang telah disepakati  antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Singapura pada beberapa waktu yang lalu. Dalam perjanjian kerjasama  tersebut telah disepakati kerjasama  eksport produk sayuran dari Provinsi Kepulauan Riau ke Negara tetangga yaitu Singapura.
Negara Singapura sebagai Negara tujuan eksport menginginkan produk sayuran yang aman untuk dikonsumsi , higienis dan ramah lingkungan. Sehingga ini menjadi tugas dan kewajiban pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian Kehutanan dan Peternakan Provinsi Kepulauan Riau untuk membina petani agar bisa menghasilkan produk sayuran yang bisa memenuhi standard  eksport.
Agar bisa menghasilkan produk sayuran yang berkualitas eksport tersebut maka Dinas Pertanian  Kehutanan dan Peternakan Provinsi Kepulauan Riau mengadakan kegiatan pelatihan TOT  Pemandu Sekolah Lapang GAP   Sayuran dan Sosialisasi Teknologi Sayuran. Dari kegiatan ini diharapkan para peserta bisa menerapkan teknologi sayuran kepada petani binaannya di lokasi masing-masing.
Kegiatan  pelatihan ini dilaksanakan di Hotel Pelangi Tanjungpinang, Kepulauan Riau dan dilaksanakan mulai hari Selasa (25/09/2012) . Kemudian menurut keterangan dari panitia penyelenggara kegiatan pelatihan TOT  Pemandu Sekolah Lapang GAP   Sayuran dan Sosialisasi Teknologi Sayuran ini adalah kegiatan yang ke-4 kalinya diselenggarakan oleh Dinas Pertanian Kehutanan dan Peternakan Provinsi Kepulauan Riau.
Kegiatan pelatihan ini dibuka oleh Bapak Ir. Swedianto, Kepala Bidang Pertanian pada Dinas Pertanian Kehutanan dan Peternakan Provinsi Kepulauan Riau. Kemudian sebagai narasumber adalah Bapak Dr. Ir. H. Yul H Bahar , Direktur Budidaya dan Pasca Panen Sayuran dan tanaman Obat, Direktorat Jenderal Hortikultura , Kementerian Pertanian RI.
Dalam perdagangan dunia yang tanpa batas dewasa ini (globalisasi perdagangan), maka perdagangan produk akan menekankan persyaratan mutu, keamanan pangan, sanitary and phytosanitary (SPS) serta jaminan kegiatan produksi dilakukan secara ramah lingkungan.  Dengan demikian aspek keamanan pangan, mutu serta aspek lingkungan sudah menjadi bagian integral dari sistem produksi, dan sekaligus sebagai upaya meningkatkan daya saing.  Oleh karena itu dalam paradigma ini kita tidak cukup hanya memproduksi dalam jumlah besar dan produktivitas tinggi, dengan mengabaikan aspek efisiensi, keamanan pangan dan produksi yang ramah lingkungan.
Peningkatan daya saing hortikultura adalah salah satu kunci untuk dapat masuk ke perdagangan global, meskipun itu untuk mengisi pasar di dalam negeri sendiri, karena ini sudah merupakan bagian dari pasar global.  Dalam mengisi dan memasuki pasar-pasar moderen (pasar swalayan, supermarket, hypermarket), pasokan ke hotel-restoran-katering (HOREKA), pasokan bahan baku ke industri maupun untuk mengisi pasar ekspor saat ini terjadi persaingan sangat ketat, bukan hanya pada aspek dan persyaratan mutu produk tetapi juga dalam harga dan konsistensi dalam memenuhi komitmen. 
Penerapan budidaya yang baik (Good Agricultural Practices = GAP) termasuk dalam agribisnis hortikultura, sudah merupakan tuntutan untuk diterapkan oleh pelaku agribisnis di berbagai negara. Hal ini dapat dilihat dengan aturan yang telah diterapkan oleh negara-negara sekitar kita; Malaysia menerapkan SALM, Thailand menerapkan Q-System, Australia menerapkan Fresh Care, Eropa menerapkan EurepGAP, dll. Dengan demikian bila kita tidak segera melangkah atau memulainya, maka kita akan ketinggalan dan kalah bersaing dalam mengisi pasar dan permintaan hortikultura yang semakin meningkat, bahkan untuk pasar domestik sekalipun kita akan dapat tersingkir.
Menyikapi akan kebutuhan dan tuntutan tersebut, maka telah dikeluarkan Permentan  nomor 48/Permentan/ OT.140/10/2009, tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang Baik (Good Agricultural Practices for Fruits and Vegetables) yang dikeluarkan pada tanggal 19 Oktober 2009, dan Permentan ini telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM pada tanggal 21 Oktober 2009 dengan berita acara nomor 402.  Dengan diberlakukannya Permentan ini merupakan penyempurnaan terhadap Permentan no 61/2006 tentang pedoman budidaya buah yang baik  dengan cakupan lebih luas dan muatan lebih besar.  Pedoman GAP Buah dan Sayuran ini merupakan panduan cara (tatalaksana) pengelolaan budidaya, mulai dari kegiatan pra tanam hingga penanganan pasca panen untuk  menghasilkan produk yang aman konsumsi, bermutu baik, ramah lingkungan dan berdaya saing.
Keluarnya Permentan 48/2009 merupakan suatu langkah terobosan untuk meningkatkan daya saing produk hortikultura, suatu langkah untuk memberdayakan pelaku usaha hortikultura, upaya untuk memanfaatkan sumberdaya alam secara berkelanjutan dan lestari.  Arti penting penerapan GAP Buah dan Sayur ini adalah sebagai acuan dalam pelaksanaan penerapan dan registrasi kebun atau lahan usaha dalam budidaya buah dan sayur sebagaimana dinyatakan dalam Permentan 48/2009 tesebut.  Disamping itu juga; sebagai panduan dasar bagi pelaku usaha agribisnis buah dan sayur dalam menjalankan kegiatan budidaya tanaman, sebagai suatu sistem jaminan mutu,  alat untuk berkompetisi dan melindungi pelaku usaha dalam memasuki perdagangan dunia, serta sebagai rangkaian terpadu penerapan Pengelolaan Rantai Pasokan (Supply Chain Management – SCM)
Maksudnya dari Pedoman GAP buah dan sayur ini adalah sebagai panduan dalam budidaya tanaman buah dan sayur yang baik (termuat dalam Permentan 48/2009). Panduan ini bersifat umum untuk buah dan sayur dan tidak spesifik komoditas, oleh karena itu perlu ditindak lanjuti dengan perumusan standar operasional prosedur  (SOP) budidaya untuk spesifik komoditas dan spesifik lokasi.  Lebih dari itu panduan GAP ini bersifat dinamis, karena itu tidak tertutup kemungkinan untuk melakukan penyempurnaan dan  perubahan di kemudian hari sesuai dengan perkembangan teknologi, tuntutan pasar dan konsumen.  Adanya GAP ini merupakan proses pembelajaran bagi petani/pelaku usaha untuk berproduksi dengan kualitas baik dan performan menarik.
Sebagaimana termaktub dalam Permentan 48/2009, tujuan Penerapan Pedoman Budidaya yang Baik (GAP) Buah dan Sayur ini adalah;
  1. Meningkatkan produksi dan produktivitas,
  2. Meningkatkan mutu hasil termasuk keamanan konsumsi,
  3. Meningkatkan efisiensi produksi,
  4. Meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam,
  5. Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan,
  6. Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan, kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan,
  7. Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan produk oleh pasar (pasar ekspor dan domestik).  Sebagai Tujuan akhir adalah memberikan jaminan keamanan terhadap konsumen serta meningkatkan kesejahteraan petani pelaku usaha.
Sasaran objek pelaksanaan penerapan GAP Buah dan Sayur adalah seluruh usaha budidaya dan komoditas buah dan sayur. Akan tetapi pada tahap awal ini lebih ditekankan pada kebun buah dan lahan usaha sayuran milik pelaku usaha agribisnis hortikultura yang siap memasuki perdagangan dunia (pasar ekspor), pasar moderen (swalayan, supermarket, hipermarket), usaha hotel restoran dan katering (HOREKA) dan industri pengolahan hasil pertanian. Dengan demikian produk yang dijual secara langsung ke pasar-pasar tradisional masih belum menjadi sasaran penerapan GAP ini. Namun demikian ini sudah perlu dfifikirkan dan diantisipasi untuk pengembangan komoditas di masa depan.  Disamping itu juga masih ditekankan pada komoditas strategis dan mempunyai permintaan banyak, sehingga dengan demikian untuk petai, jengkol, cempedak sementara ini mungkin belum akan masuk.
Dengan adanya pedoman dan penerapan GAP buah dan sayuran ini perlu diikuti dengan registrasi kebun untuk tanaman buah, dan registrasi lahan usaha untuk tanaman sayuran. Bagi kebun dan lahan usaha yang telah menerapkan GAP akan dilakukan observasi dan penilaian oleh Dinas Pertanian Provinsi yang menangani pengembangan komoditas hortikultura. Observasi dan penilaian terutama ditekankan pada titk-tik kendali yang telah ditetapkan dalam pedoman GAP, bagi yang telah memenuhi syarat dan memenuhi ketentuan di titik-titik kendali GAP, akan diterbitkan dan diberikan nomor registrasi GAP.
Bagi kebun buah atau lahan usaha sayuran yang telah dapat nomor registrasi akan dapat masuk tahap berikutnya yaitu tahap sertifikasi yang akan dilakukan oleh otoritas kompeten yang ditunjuk.  Dengan demikian, melalui penerapan GAP buah dan sayuran ini akan menghantarkan petani dengan produknya untuk siap disertifikasi oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan pasar. Walaupun demikian, dengan adanya atau diterbitkannya nomor registrasi kebun/lahan usaha sebenarnya sudah cukup menjadi jaminan bahwa kegiatan  budidaya (termasuk penanganan panen, pasca panen, penanganan lingkungan, keselamatan pekerja) telah dilakukan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Dengan diterapkannya GAP dan dikeluarkannya nomor registrasi kebun buah atau lahan usaha sayuran akan memberikan banyak keuntungan bagi pelaku usaha maupun konsumen. Adanya penerapan GAP akan memudahkan promosi dan memperkenalkan produk ke pedagang maupun konsumen, memudahkan dalam mempromosikan petani dan kebun/lahan usaha yang telah menerapkan GAP, memudahkan identifikasi sentra produksi hortikultura berkualitas. Dengan demikian akan memudahkan dalam memberikan jaminan mutu produk dan pelaku usaha, sekaligus memudahkan pelacakan (trace back) bila terjadi pengaduan terhadap produk.  Dengan ini juga memudahkan pihak pelaku usaha berintegrasi langsung dengan produsen, sehingga dapat berdampak pada upaya mengefektifkan rantai pasokan.
Persyaratan penerapan GAP dengan kebun dan lahan usaha yang terdaftar (terregistrasi) ini sudah mulai dipersyaratkan oleh beberapa pemerintah daerah (seperti adanya Perda Mutu Produk di Provinsi DKI Jakarta, persyaratan produk masuk ke kota Batam , dll), pemasok ke pasar-pasar moderen di kota-kota besar (jumlah pasar moderen di kota-kota besar meningkat sekitar 20 persen setiap tahun). 
Menghadapi era globalisasi ini, kita tidak ingin hanya menjadi penonton yang baik terhadap masuknya produk dari luar tersebut, kita tidak ingin pangsa pasar kita yang besar (dengan jumlah penduduk dan konsumen sangat besar dan potensial) justru menjadi ajang pergumulan bagi pemasaran produk dari negara-negara lain. Kita harus mampu menjadi tuan rumah terhormat di negeri kita sendiri, dan kita harus bisa berdaulat terhadap produk hortikultura ditengah persaingan dan isu global, kita harus bisa menguasai pangsa pasar kita sendiri. Caranya adalah dengan meningkatkan daya saing (competitiveness) produk dan pelaku usaha hortikultura nasional, salah satunya adalah dengan menerapkan budidaya yang baik (Good Agricultural Practices = GAP).
Sementara itu para peserta terdiri dari para Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan petani yang berasal dari Kabupaten bintan, Kabupaten Karimun, Kota Batam dan Kota Tanjungpinang dengan jumlah peserta semuanya adalah 20 orang. Pada sesi Tanya jawab salah seorang peserta pelatihan menanyakan tentang perlu atau tidaknya  investor untuk menanamkan modalnya untuk membuka perkebunan sasyuran di Kabupaten bintan dan tanggapan dari narasumber adalah bahwa pemerintah menginginkan petani yang memproduksi produk sayuran tersebut dan kemudian menjualnya ke luar negeri jadi kerjasamanya adalah dalam bentuk pengolahan dan pemasaran hasil produksi sayuran petani.
Kemudian menurut keterangan dari panitia penyelenggara kegiatan pelatihan TOT  Pemandu Sekolah Lapang GAP   Sayuran dan Sosialisasi Teknologi Sayuran ini dilaksanakan selama 3 hari dan pada hari terakhir dilakukan kegiatan kunjungan ke lapangan untuk meninjau lokasi usaha tani yang cukup bagus dalam mengembangkan tanaman sayuran. Untuk kunjungan ke lapangan ini lokasi yang dipilih adalah Kecamatan Bintan Timur dan Kecamatan Toapaya di Kabupaten Bintan , Kepulauan Riau. ( Oleh : Syahrinaldi, Penyuluh Pertanian, BPPKP Kabupaten Bintan )