Selasa, 04 Juni 2013

PELATIHAN MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM





Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian, Kementerian Pertanian RI mengadakan kegiatan Pelatihan Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Bagi Penyuluh Pertanian.
Kegiatan ini dilaksanakan terkait dengan adanya fenomena perubahan iklim yang sedang terjadi yang sangat berpengaruh terhadap sektor pertanian . Sehingga dengan adanya kegiatan ini diharapkan para Penyuluh Pertanian Lapangan bisa memahami informasi tentang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sehingga pada tahap berikutnya informasi tersebut bisa diteruskan kepada para petani yang ada di lapangan . Dengan demikian diharapkan para petani ini memiliki kesiapan dalam menghadapi perubahan iklim.
Kegiatan pelatihan ini dilakukan di Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian (PPMKP) Ciawi, Bogor. Kegiatan Pelatihan Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Bagi Penyuluh Pertanian ini dilaksanakan pada tanggal 28 Januari – 3 Februari  2013.
Sementara itu untuk pesertanya berjumlah 30 orang yang merupakan  para Penyuluh Pertanian Lapangan yang berasal dari 30 kabupaten/kota  yang tersebar di wilayah Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan dalam bentuk ceramah, diskkusi dan praktek lapangan. Untuk kegiatan praktek lapangan dilaksanakan di Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tanaman (BBPOPT) di Karawang dan juga di Balai Besar Penelitian Padi (BB Padi) di Subang , Jawa Barat.  
Pemanasan global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim (El-Nino dan La-Nina) dan ketidak teraturan musim, Selama 30 tahun terakhir terjadi peningkatan suhu global secara cepat dan konsisten sebesar 0,2oC per dekade, Sepuluh tahun terpanas terjadi pada tahun 2005, Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas tanaman dan pendapatan petani.
Dampak tersebut bisa secara langsung maupun tidak langsung melalui serangan OPT, fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan OPT merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap pertanian di Indonesia. Strategi antisipasi dan teknologi adaptasi terhadap perubahan iklim dan serangan OPT merupakan salah satu aspek yang harus menjadi rencana strategi Kementerian  Pertanian dalam rangka menyikapi perubahan iklim, ancaman OPT setiap tahun terus terjadi, perkembangan hama dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung, terjadinya anomali musim, yakni masih adanya hujan di musim kemarau juga dapat menstimulasi serangan OPT.
Pemantauan terhadap dinamika serangan OPT yang dikaitkan dengan perubahan iklim merupakan upaya yang perlu direalisasikan sebagai upaya antisipasi, untuk masa yang akan datang, sistem peringatan dini (early warning system) perlu dibangun, Sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) bagi petani dan kelompok tani merupakan kegiatan peningkatan kapasitas yang masih sangat relevan untuk dilakukan hingga saat ini. SLPHT telah ditingkatkan menjadi sekolah lapang iklim (SLI) bahkan berkembang menjadi Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SLPTT) .
Pemanasan global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim (El-Nino dan La-Nina) dan ketidak teraturan musim. Perubahan iklim global masa yang akan datang, diperkirakan akan menyebabkan frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrim akan meningkat. Iklim bumi sedang berubah secara cepat karena meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai akibat aktivitas manusia. Meningkatnya kandungan GRK menimbulkan efek GRK di atmosfir. Efek GRK ini menghambat pelepasan panas dari atmosfir yang menyebabkan suhu bumi meningkat.
Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas tanaman dan pendapatan petani. Dampak tersebut bisa secara langsung maupun tidak langsung melalui serangan OPT.
Organisme penganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Perkembangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh dinamika faktor iklim. Sehingga tidak jarang kalau pada musim hujan petani banyak disibukkan oleh masalah penyakit tanaman seperti penyakit kresek dan blas pada padi, sedangkan pada musim kemarau banyak masalah hama seperti penggerek batang padi, hama belalang kembara.
Peningkatan kejadian iklim ekstrim yang ditandai dengan fenomena banjir dan kekeringan, perubahan pola curah hujan yang berdampak pada pergeseran musim dan pola tanam, fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan OPT merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap pertanian di Indonesia.
Untuk mengurangi dampak buruk OPT terhadap produksi dan produktivitas tanaman, diperlukan upaya antisipasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.  Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pertanian yang tanggap terhadap variabilitas iklim sekarang dan akan datang. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu disusun program kerja yang sistematis dan terintegrasi untuk melaksanakan agenda adaptasi.
 Pengaruh kejadian iklim ekstrim sering kali menstimulasi ledakan (outbreak) beberapa hama dan penyakit utama tanaman padi, seperti tikus, penggerek batang, wereng coklat dan tungro. Kejadian El-Nino pada tahun 1997 yang diiringi La-Nina tahun 1998 berdampak pada ledakan serangan hama wereng di beberapa provinsi di Indonesia, terutama di Jawa Barat .  Suhu udara dan kelembaban yang meningkat menyebabkan OPT mudah berkembangbiak. Pada kondisi iklim ekstrim La-Nina, peningkatan kelembabam udara sangat signifikan yang menstimulasi ledakan serangan OPT.
Untuk mengurangi dan menanggulangi dampak perubahan iklim terhadap perkembangan dan distribusi OPT serta intensitas serangan OPT terhadap pertanaman, maka diperlukan upaya antisipasi yang tepat. Pemantauan terhadap dinamika serangan OPT yang dikaitkan dengan perubahan iklim merupakan upaya yang perlu direalisasikan sebagai upaya antisipasi. Ploting data kejadian serangan OPT selama 10-20 tahun terakhir dapat dilakukan untuk mempelajari hubungan antara perubahan iklim dengan serangan OPT. Spasialisasi data melalui pemetaan perubahan serangan OPT di wilayah sentra produksi tanaman (pangan) yang rentan pada 10-20 tahun terakhir akan lebih informatif.
Mengingat dinamika iklim ekstrim yang semakin meningkat, model prediksi serangan OPT perlu dibangun berdasarkan skenario perubahan iklim, yaitu pada tahun kering (El-Nino), normal dan tahun basah (La-Nina). Hal ini untuk memberikan peluang antisipasi yang lebih akurat serangan OPT di masa yang akan datang.
Untuk menguji akurasi model prediksi, validasi model prediksi perlu dilakukan dengan cara melakukan survei (ground check) di wilayah-wilayah pewakil yang merepresentasikan wilayah sentra produksi tanaman.
Untuk antisipasi serangan OPT di masa yang akan datang, sistem peringatan dini (early warning system) perlu dibangun. Pembangunan sistem informasi iklim dan serangan OPT menjadi sangat penting. Pengembangan jejaring informasi serangan OPT (pest and diseases forecasting network) perlu dilakukan dan harus menjadi kebijakan yang dikedepankan. Jejaring ini didukung dengan data dan informasi spasial dari citra maupun data dan informasi iklim dari stasiun iklim serta informasi serangan OPT dari Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang telah dikompilasi di tingkat nasional di  Ditjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian.
Sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) bagi petani dan kelompok tani merupakan kegiatan peningkatan kapasitas yang masih sangat relevan untuk dilakukan hingga saat ini. Untuk lebih memberdayakan petani dan kelompok tani dalam mengatasi permasalahan serangan OPT, SLPHT telah ditingkatkan menjadi sekolah lapang iklim (SLI) bahkan berkembang menjadi Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SLPTT) dan Sekolah Lapang Pertanian.
Penelitian dan pengembangan tentang prediksi iklim serta pemodelannya harus terus dilakukan untuk mendukung peningkatan akurasi prediksi serangan OPT di masa yang akan datang. (Oleh : Syahrinaldi, Penyuluh Pertanian, BPPKP Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Sumber : balitklimat.litbang.deptan.go.id)