Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan
Pertanian, Kementerian Pertanian RI mengadakan kegiatan Pelatihan Mitigasi dan
Adaptasi Perubahan Iklim Bagi Penyuluh Pertanian.
Kegiatan ini dilaksanakan terkait dengan
adanya fenomena perubahan iklim yang sedang terjadi yang sangat berpengaruh
terhadap sektor pertanian . Sehingga dengan adanya kegiatan ini diharapkan para
Penyuluh Pertanian Lapangan bisa memahami informasi tentang mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim sehingga pada tahap berikutnya informasi tersebut bisa
diteruskan kepada para petani yang ada di lapangan . Dengan demikian diharapkan
para petani ini memiliki kesiapan dalam menghadapi perubahan iklim.
Kegiatan pelatihan ini dilakukan di Pusat
Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian (PPMKP) Ciawi, Bogor. Kegiatan Pelatihan
Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Bagi Penyuluh Pertanian ini dilaksanakan pada
tanggal 28 Januari – 3 Februari 2013.
Sementara itu untuk pesertanya berjumlah 30
orang yang merupakan para Penyuluh
Pertanian Lapangan yang berasal dari 30 kabupaten/kota yang tersebar di wilayah Sumatera, Jawa dan
Kalimantan.
Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan dalam
bentuk ceramah, diskkusi dan praktek lapangan. Untuk kegiatan praktek lapangan
dilaksanakan di Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tanaman (BBPOPT) di
Karawang dan juga di Balai Besar Penelitian Padi (BB Padi) di Subang , Jawa
Barat.
Pemanasan
global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim (El-Nino dan
La-Nina) dan ketidak teraturan musim, Selama 30 tahun terakhir terjadi
peningkatan suhu global secara cepat dan konsisten sebesar 0,2oC per
dekade, Sepuluh tahun terpanas terjadi pada tahun 2005, Pertanian merupakan
salah satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang berdampak
pada produktivitas tanaman dan pendapatan petani.
Dampak tersebut
bisa secara langsung maupun tidak langsung melalui serangan OPT, fluktuasi suhu
dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan
dan perkembangan OPT merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak
buruk terhadap pertanian di Indonesia. Strategi antisipasi dan teknologi
adaptasi terhadap perubahan iklim dan serangan OPT merupakan salah satu aspek
yang harus menjadi rencana strategi Kementerian Pertanian dalam rangka menyikapi perubahan
iklim, ancaman OPT setiap tahun terus terjadi, perkembangan hama dipengaruhi
oleh faktor-faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung, terjadinya
anomali musim, yakni masih adanya hujan di musim kemarau juga dapat
menstimulasi serangan OPT.
Pemantauan
terhadap dinamika serangan OPT yang dikaitkan dengan perubahan iklim merupakan
upaya yang perlu direalisasikan sebagai upaya antisipasi, untuk masa yang akan
datang, sistem peringatan dini (early warning system) perlu dibangun,
Sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) bagi petani dan kelompok tani
merupakan kegiatan peningkatan kapasitas yang masih sangat relevan untuk
dilakukan hingga saat ini. SLPHT telah ditingkatkan menjadi sekolah lapang
iklim (SLI) bahkan berkembang menjadi Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan
Sumberdaya Terpadu (SLPTT) .
Pemanasan
global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim (El-Nino dan
La-Nina) dan ketidak teraturan musim. Perubahan iklim global masa yang akan
datang, diperkirakan akan menyebabkan frekuensi dan intensitas kejadian iklim
ekstrim akan meningkat. Iklim bumi sedang berubah secara cepat karena
meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai akibat aktivitas manusia.
Meningkatnya kandungan GRK menimbulkan efek GRK di atmosfir. Efek GRK ini
menghambat pelepasan panas dari atmosfir yang menyebabkan suhu bumi meningkat.
Pertanian
merupakan salah satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang
berdampak pada produktivitas tanaman dan pendapatan petani. Dampak tersebut
bisa secara langsung maupun tidak langsung melalui serangan OPT.
Organisme
penganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi tanaman di Indonesia
baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme pengganggu
tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma.
Perkembangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh dinamika faktor iklim.
Sehingga tidak jarang kalau pada musim hujan petani banyak disibukkan oleh
masalah penyakit tanaman seperti penyakit kresek dan blas pada padi, sedangkan
pada musim kemarau banyak masalah hama seperti penggerek batang padi, hama
belalang kembara.
Peningkatan
kejadian iklim ekstrim yang ditandai dengan fenomena banjir dan kekeringan,
perubahan pola curah hujan yang berdampak pada pergeseran musim dan pola tanam,
fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu
menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan OPT merupakan beberapa pengaruh
perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap pertanian di Indonesia.
Untuk
mengurangi dampak buruk OPT terhadap produksi dan produktivitas tanaman,
diperlukan upaya antisipasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan
pertanian yang tanggap terhadap variabilitas iklim sekarang dan akan datang.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu disusun program kerja yang sistematis dan
terintegrasi untuk melaksanakan agenda adaptasi.
Pengaruh kejadian iklim ekstrim sering kali
menstimulasi ledakan (outbreak) beberapa hama dan penyakit utama tanaman padi,
seperti tikus, penggerek batang, wereng coklat dan tungro. Kejadian El-Nino
pada tahun 1997 yang diiringi La-Nina tahun 1998 berdampak pada ledakan
serangan hama wereng di beberapa provinsi di Indonesia, terutama di Jawa Barat . Suhu udara dan kelembaban yang meningkat menyebabkan OPT mudah berkembangbiak. Pada kondisi iklim ekstrim
La-Nina, peningkatan kelembabam udara sangat signifikan yang
menstimulasi ledakan serangan OPT.
Untuk
mengurangi dan menanggulangi dampak perubahan iklim terhadap perkembangan dan
distribusi OPT serta intensitas serangan OPT terhadap pertanaman, maka
diperlukan upaya antisipasi yang tepat. Pemantauan terhadap dinamika serangan
OPT yang dikaitkan dengan perubahan iklim merupakan upaya yang perlu
direalisasikan sebagai upaya antisipasi. Ploting data kejadian serangan OPT
selama 10-20 tahun terakhir dapat dilakukan untuk mempelajari hubungan antara
perubahan iklim dengan serangan OPT. Spasialisasi data melalui pemetaan
perubahan serangan OPT di wilayah sentra produksi tanaman (pangan) yang rentan
pada 10-20 tahun terakhir akan lebih informatif.
Mengingat
dinamika iklim ekstrim yang semakin meningkat, model prediksi serangan OPT
perlu dibangun berdasarkan skenario perubahan iklim, yaitu pada tahun kering
(El-Nino), normal dan tahun basah (La-Nina). Hal ini untuk memberikan peluang
antisipasi yang lebih akurat serangan OPT di masa yang akan datang.
Untuk menguji
akurasi model prediksi, validasi model prediksi perlu dilakukan dengan cara
melakukan survei (ground check) di wilayah-wilayah pewakil yang
merepresentasikan wilayah sentra produksi tanaman.
Untuk
antisipasi serangan OPT di masa yang akan datang, sistem peringatan dini (early
warning system) perlu dibangun. Pembangunan sistem informasi iklim dan
serangan OPT menjadi sangat penting. Pengembangan jejaring informasi serangan
OPT (pest and diseases forecasting network) perlu dilakukan dan harus
menjadi kebijakan yang dikedepankan. Jejaring ini didukung dengan data dan
informasi spasial dari citra maupun data dan informasi iklim dari stasiun iklim
serta informasi serangan OPT dari Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang telah
dikompilasi di tingkat nasional di Ditjen
Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian.
Sekolah lapang
pengendalian hama terpadu (SLPHT) bagi petani dan kelompok tani merupakan
kegiatan peningkatan kapasitas yang masih sangat relevan untuk dilakukan hingga
saat ini. Untuk lebih memberdayakan petani dan kelompok tani dalam mengatasi
permasalahan serangan OPT, SLPHT telah ditingkatkan menjadi sekolah lapang
iklim (SLI) bahkan berkembang menjadi Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya
Terpadu (SLPTT) dan Sekolah Lapang Pertanian.
Penelitian dan
pengembangan tentang prediksi iklim serta pemodelannya harus terus dilakukan
untuk mendukung peningkatan akurasi prediksi serangan OPT di masa yang akan
datang. (Oleh : Syahrinaldi, Penyuluh Pertanian, BPPKP Kabupaten Bintan,
Kepulauan Riau, Sumber : balitklimat.litbang.deptan.go.id)