Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan
Riau mengadakan kegiatan Temu Usaha Peningkatan Kemampuan Lembaga Petani Dalam
Rangka Peningkatan Mutu Produk Pangan Olahan. Kegiatan temu usaha ini
dilaksanakan untuk meningkatkan mutu produk pangan olahan yang dihasilkan oleh
Kelompok Wanita Tani yang ada di Kabupaten Bintan.
Sekarang ini ada sebagian produk pangan olahan yang mutunya
belum begitu baik, misalnya belum
dilengkapi dengan Nomor P-IRT, belum adanya Sertifikat Halal , sehingga melalui
kegiatan ini diharapkan masalah tentang Nomor P-IRT dan sertifikasi halal bisa
segera diatasi.
Kegiatan temu usaha ini dilaksanakan di Aula Kantor Camat
Toapaya Kabupaten Bintan. Temu usaha peningkatan kemampuan lembaga petani ini
dilaksanakan pada hari Kamis , 20 Juli 2017. Dalam kegiatan tersebut hadir para
pengurus Kelompok Wanita Tani yang ada di Kabupaten Bintan. Selain itu juga
hadir dinas atau instansi yang terkait, seperti Dinas Koperasi dan Usaha Mikro
Kabupaten Bintan, Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Kabupaten Bintan, BPOM Provinsi Kepulauan Riau dan MUI Kabupaten Bintan.
Dalam kegiatan tersebut narasumber dari BPOM Provinsi
Kepulauan Riau menyampaikan tentang keamanan pangan. Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
Higiene Sanitasi Jasaboga adalah
upaya untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan,
baik yang berasal dari bahan makanan, orang, tempat dan peralatan agar aman
dikonsumsi.
Higiene dan sanitasi adalah upaya
kesehatan dengan cara memelihara kebersihan individu. Misalnya mencuci tangan
untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan
piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan
secara keseluruhan.
Sanitasi makanan adalah salah satu
usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu
untuk membebaskan makanan dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak
kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses
pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan tersebut
siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi
makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian
makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan
merugikan pembeli, mengurangi kerusakan makanan.
Ada lima langkah berikut ini harus dilakukan
dalam upaya pemeliharaan sanitasi makanan: (1) penggunaan alat pengambil makanan. Sentuhan
tangan merupakan penyebab yang paling umum terjadinya pencemaran makanan.
Mikroorganisme yang melekat pada tangan akan berpindah ke dalam makanan dan
akan berkembang biak dalam makanan, terutama dalam makanan jadi. (2) penjagaan makanan dari kemungkinan pencemaran.
Makanan atau bahan makanan harus disimpan di tempat yang tertutup dan
terbungkus dengan baik sehingga tidak memungkinkan terkena debu. (3) penyediaan lemari es. Banyak bahan makanan dan
makanan jadi yang harus disimpan dalam lemari es agar tidak menjadi rusak atau
busuk. (4) pemanasan makanan yang harus
dimakan dalam keadaan panas. Jika makanan menjadi dingin mikroorganisme akan
tumbuh dan berkembang biak dengan cepat. (5) jangan menyimpan makanan terlalu lama. Jarak waktu penyimpanan makanan
selama 3 atau 4 jam sudah cukup bagi berbagai bakteri untuk berkembang.
Terkait dengan proses sertifikasi halal , maka ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, (1) Kebijakan Halal, Manajemen Puncak harus menetapkan
Kebijakan Halal dan mensosialisasikan kebijakan halal kepada seluruh pemangku
kepentingan (stake holder)
perusahaan. (2) Tim
Manajemen Halal , Manajemen
Puncak harus menetapkan Tim Manajemen Halal yang mencakup semua bagian yang
terlibat dalam aktivitas kritis serta memiliki tugas, tanggungjawab dan
wewenang yang jelas. (3).
Pelatihan dan Edukasi, Perusahaan
harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan. Pelatihan internal harus
dilaksanakan minimal setahun sekali dan pelatihan eksternal harus dilaksanakan
minimal dua tahun sekali. (4).
Bahan, Bahan yang
digunakan dalam pembuatan produk yang disertifikasi tidak boleh berasal dari
bahan haram atau najis. Perusahaan harus mempunyai dokumen pendukung untuk
semua bahan yang digunakan, kecuali bahan tidak kritis atau bahan yang dibeli
secara retail. (5)
Produk, Karakteristik/profil
sensori produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah
kepada produk haram atau yang telah dinyatakan haram berdasarkan fatwa MUI.
Merk/nama produk yang didaftarkan untuk disertifikasi tidak boleh menggunakan
nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan atau ibadah yang tidak sesuai
dengan syariah Islam. Produk pangan eceran (retail)
dengan merk sama yang beredar di Indonesia harus didaftarkan seluruhnya untuk
sertifikasi, tidak boleh jika hanya didaftarkan sebagian. (6) Fasilitas Produksi, Industri pengolahan: (i) Fasilitas produksi
harus menjamin tidak adanya kontaminasi silang dengan bahan/produk yang
haram/najis; (ii) Fasilitas produksi dapat digunakan secara bergantian untuk
menghasilkan produk yang disertifikasi dan produk yang tidak disertifikasi
selama tidak mengandung bahan yang berasal dari babi/turunannya, namun harus
ada prosedur yang menjamin tidak terjadi kontaminasi silang.
Kegiatan temu usaha peningkatan kemampuan lembaga
petani ini dihadiri sekitar 100 orang peserta. (Oleh , Syahrinaldi, Dinas
Pertanian Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau ).