Dinas
Pertanian Kehutanan dan Peternakan
Provinsi Kepulauan Riau mengadakan kegiatan pelatihan TOT (Training of Trainer) Pemandu Sekolah Lapang GAP (Good Agriculture Practices) Sayuran dan Sosialisasi Teknologi Sayuran.
Kegiatan ini dilakukan terkait adanya perjanjian kerjasama eksport sayuran yang telah disepakati antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah
Singapura pada beberapa waktu yang lalu. Dalam perjanjian kerjasama tersebut telah disepakati kerjasama eksport produk sayuran dari Provinsi
Kepulauan Riau ke Negara tetangga yaitu Singapura.
Negara
Singapura sebagai Negara tujuan eksport menginginkan produk sayuran yang aman
untuk dikonsumsi , higienis dan ramah lingkungan. Sehingga ini menjadi tugas
dan kewajiban pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian Kehutanan dan Peternakan
Provinsi Kepulauan Riau untuk membina petani agar bisa menghasilkan produk
sayuran yang bisa memenuhi standard
eksport.
Agar bisa menghasilkan
produk sayuran yang berkualitas eksport tersebut maka Dinas Pertanian Kehutanan dan Peternakan Provinsi Kepulauan
Riau mengadakan kegiatan pelatihan TOT
Pemandu Sekolah Lapang GAP
Sayuran dan Sosialisasi Teknologi Sayuran. Dari kegiatan ini diharapkan
para peserta bisa menerapkan teknologi sayuran kepada petani binaannya di
lokasi masing-masing.
Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan di Hotel Pelangi
Tanjungpinang, Kepulauan Riau dan dilaksanakan mulai hari Selasa (25/09/2012) .
Kemudian menurut keterangan dari panitia penyelenggara kegiatan pelatihan
TOT Pemandu Sekolah Lapang GAP Sayuran dan Sosialisasi Teknologi Sayuran
ini adalah kegiatan yang ke-4 kalinya diselenggarakan oleh Dinas Pertanian
Kehutanan dan Peternakan Provinsi Kepulauan Riau.
Kegiatan
pelatihan ini dibuka oleh Bapak Ir. Swedianto, Kepala Bidang Pertanian pada
Dinas Pertanian Kehutanan dan Peternakan Provinsi Kepulauan Riau. Kemudian
sebagai narasumber adalah Bapak Dr. Ir. H. Yul H Bahar , Direktur Budidaya dan
Pasca Panen Sayuran dan tanaman Obat, Direktorat Jenderal Hortikultura ,
Kementerian Pertanian RI.
Dalam perdagangan dunia yang tanpa batas dewasa ini (globalisasi
perdagangan), maka perdagangan produk akan menekankan persyaratan mutu,
keamanan pangan, sanitary and phytosanitary (SPS) serta jaminan kegiatan
produksi dilakukan secara ramah lingkungan. Dengan demikian aspek
keamanan pangan, mutu serta aspek lingkungan sudah menjadi bagian integral dari
sistem produksi, dan sekaligus sebagai upaya meningkatkan daya saing.
Oleh karena itu dalam paradigma ini kita tidak cukup hanya memproduksi dalam jumlah
besar dan produktivitas tinggi, dengan mengabaikan aspek efisiensi, keamanan
pangan dan produksi yang ramah lingkungan.
Peningkatan daya saing hortikultura adalah salah satu kunci untuk dapat
masuk ke perdagangan global, meskipun itu untuk mengisi pasar di dalam negeri
sendiri, karena ini sudah merupakan bagian dari pasar global. Dalam
mengisi dan memasuki pasar-pasar moderen (pasar swalayan, supermarket,
hypermarket), pasokan ke hotel-restoran-katering (HOREKA), pasokan bahan baku
ke industri maupun untuk mengisi pasar ekspor saat ini terjadi persaingan
sangat ketat, bukan hanya pada aspek dan persyaratan mutu produk tetapi juga
dalam harga dan konsistensi dalam memenuhi komitmen.
Penerapan budidaya yang baik (Good Agricultural Practices = GAP) termasuk
dalam agribisnis hortikultura, sudah merupakan tuntutan untuk diterapkan oleh
pelaku agribisnis di berbagai negara. Hal ini dapat dilihat dengan aturan yang
telah diterapkan oleh negara-negara sekitar kita; Malaysia menerapkan SALM,
Thailand menerapkan Q-System, Australia menerapkan Fresh Care, Eropa menerapkan
EurepGAP, dll. Dengan demikian bila kita tidak segera melangkah atau
memulainya, maka kita akan ketinggalan dan kalah bersaing dalam mengisi pasar
dan permintaan hortikultura yang semakin meningkat, bahkan untuk pasar domestik
sekalipun kita akan dapat tersingkir.
Menyikapi akan kebutuhan dan tuntutan tersebut, maka telah dikeluarkan
Permentan nomor 48/Permentan/
OT.140/10/2009, tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang Baik (Good
Agricultural Practices for Fruits and Vegetables) yang dikeluarkan pada
tanggal 19 Oktober 2009, dan Permentan ini telah diundangkan oleh Menteri Hukum
dan HAM pada tanggal 21 Oktober 2009 dengan berita acara nomor 402.
Dengan diberlakukannya Permentan ini merupakan penyempurnaan terhadap Permentan
no 61/2006 tentang pedoman budidaya buah yang baik dengan cakupan lebih
luas dan muatan lebih besar. Pedoman GAP Buah dan Sayuran ini merupakan
panduan cara (tatalaksana) pengelolaan budidaya, mulai dari kegiatan pra tanam
hingga penanganan pasca panen untuk menghasilkan produk yang aman
konsumsi, bermutu baik, ramah lingkungan dan berdaya saing.
Keluarnya Permentan 48/2009 merupakan suatu langkah terobosan untuk
meningkatkan daya saing produk hortikultura, suatu langkah untuk memberdayakan
pelaku usaha hortikultura, upaya untuk memanfaatkan sumberdaya alam secara
berkelanjutan dan lestari. Arti penting penerapan GAP Buah dan Sayur ini
adalah sebagai acuan dalam pelaksanaan penerapan dan registrasi kebun atau
lahan usaha dalam budidaya buah dan sayur sebagaimana dinyatakan dalam
Permentan 48/2009 tesebut. Disamping itu juga; sebagai panduan dasar bagi
pelaku usaha agribisnis buah dan sayur dalam menjalankan kegiatan budidaya
tanaman, sebagai suatu sistem jaminan mutu, alat untuk berkompetisi dan
melindungi pelaku usaha dalam memasuki perdagangan dunia, serta sebagai
rangkaian terpadu penerapan Pengelolaan Rantai Pasokan (Supply Chain
Management – SCM)
Maksudnya dari Pedoman GAP buah dan sayur ini adalah sebagai panduan dalam
budidaya tanaman buah dan sayur yang baik (termuat dalam Permentan 48/2009).
Panduan ini bersifat umum untuk buah dan sayur dan tidak spesifik komoditas,
oleh karena itu perlu ditindak lanjuti dengan perumusan standar operasional
prosedur (SOP) budidaya untuk spesifik komoditas dan spesifik
lokasi. Lebih dari itu panduan GAP ini bersifat dinamis, karena itu tidak
tertutup kemungkinan untuk melakukan penyempurnaan dan perubahan di
kemudian hari sesuai dengan perkembangan teknologi, tuntutan pasar dan konsumen.
Adanya GAP ini merupakan proses pembelajaran bagi petani/pelaku usaha untuk
berproduksi dengan kualitas baik dan performan menarik.
Sebagaimana termaktub dalam Permentan 48/2009, tujuan Penerapan Pedoman
Budidaya yang Baik (GAP) Buah dan Sayur ini adalah;
- Meningkatkan produksi dan produktivitas,
- Meningkatkan mutu hasil termasuk keamanan konsumsi,
- Meningkatkan efisiensi produksi,
- Meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam,
- Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan,
- Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan, kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan,
- Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan produk oleh pasar (pasar ekspor dan domestik). Sebagai Tujuan akhir adalah memberikan jaminan keamanan terhadap konsumen serta meningkatkan kesejahteraan petani pelaku usaha.
Sasaran objek pelaksanaan penerapan GAP Buah dan Sayur adalah seluruh usaha
budidaya dan komoditas buah dan sayur. Akan tetapi pada tahap awal ini lebih
ditekankan pada kebun buah dan lahan usaha sayuran milik pelaku usaha
agribisnis hortikultura yang siap memasuki perdagangan dunia (pasar ekspor),
pasar moderen (swalayan, supermarket, hipermarket), usaha hotel restoran dan
katering (HOREKA) dan industri pengolahan hasil pertanian. Dengan demikian
produk yang dijual secara langsung ke pasar-pasar tradisional masih belum
menjadi sasaran penerapan GAP ini. Namun demikian ini sudah perlu dfifikirkan
dan diantisipasi untuk pengembangan komoditas di masa depan. Disamping
itu juga masih ditekankan pada komoditas strategis dan mempunyai permintaan
banyak, sehingga dengan demikian untuk petai, jengkol, cempedak sementara ini
mungkin belum akan masuk.
Dengan adanya pedoman dan penerapan GAP buah dan sayuran ini perlu diikuti
dengan registrasi kebun untuk tanaman buah, dan registrasi lahan usaha untuk
tanaman sayuran. Bagi kebun dan lahan usaha yang telah menerapkan GAP akan
dilakukan observasi dan penilaian oleh Dinas Pertanian Provinsi yang menangani
pengembangan komoditas hortikultura. Observasi dan penilaian terutama
ditekankan pada titk-tik kendali yang telah ditetapkan dalam pedoman GAP, bagi
yang telah memenuhi syarat dan memenuhi ketentuan di titik-titik kendali GAP,
akan diterbitkan dan diberikan nomor registrasi GAP.
Bagi kebun buah atau lahan usaha sayuran yang telah dapat nomor registrasi
akan dapat masuk tahap berikutnya yaitu tahap sertifikasi yang akan dilakukan
oleh otoritas kompeten yang ditunjuk. Dengan demikian, melalui penerapan
GAP buah dan sayuran ini akan menghantarkan petani dengan produknya untuk siap
disertifikasi oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan
pasar. Walaupun demikian, dengan adanya atau diterbitkannya nomor registrasi
kebun/lahan usaha sebenarnya sudah cukup menjadi jaminan bahwa kegiatan
budidaya (termasuk penanganan panen, pasca panen, penanganan lingkungan,
keselamatan pekerja) telah dilakukan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Dengan diterapkannya GAP dan dikeluarkannya nomor registrasi kebun buah
atau lahan usaha sayuran akan memberikan banyak keuntungan bagi pelaku usaha
maupun konsumen. Adanya penerapan GAP akan memudahkan promosi dan
memperkenalkan produk ke pedagang maupun konsumen, memudahkan dalam
mempromosikan petani dan kebun/lahan usaha yang telah menerapkan GAP,
memudahkan identifikasi sentra produksi hortikultura berkualitas. Dengan
demikian akan memudahkan dalam memberikan jaminan mutu produk dan pelaku usaha,
sekaligus memudahkan pelacakan (trace back) bila terjadi pengaduan
terhadap produk. Dengan ini juga memudahkan pihak pelaku usaha
berintegrasi langsung dengan produsen, sehingga dapat berdampak pada upaya
mengefektifkan rantai pasokan.
Persyaratan penerapan GAP dengan kebun dan lahan usaha yang terdaftar
(terregistrasi) ini sudah mulai dipersyaratkan oleh beberapa pemerintah daerah
(seperti adanya Perda Mutu Produk di Provinsi DKI Jakarta, persyaratan produk
masuk ke kota Batam , dll), pemasok ke pasar-pasar moderen di kota-kota besar
(jumlah pasar moderen di kota-kota besar meningkat sekitar 20 persen setiap
tahun).
Menghadapi era globalisasi ini, kita tidak ingin hanya menjadi penonton
yang baik terhadap masuknya produk dari luar tersebut, kita tidak ingin pangsa
pasar kita yang besar (dengan jumlah penduduk dan konsumen sangat besar dan
potensial) justru menjadi ajang pergumulan bagi pemasaran produk dari
negara-negara lain. Kita harus mampu menjadi tuan rumah terhormat di negeri
kita sendiri, dan kita harus bisa berdaulat terhadap produk hortikultura
ditengah persaingan dan isu global, kita harus bisa menguasai pangsa pasar kita
sendiri. Caranya adalah dengan meningkatkan daya saing (competitiveness) produk
dan pelaku usaha hortikultura nasional, salah satunya adalah dengan menerapkan
budidaya yang baik (Good Agricultural Practices = GAP).
Sementara itu
para peserta terdiri dari para Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan petani
yang berasal dari Kabupaten bintan, Kabupaten Karimun, Kota Batam dan Kota Tanjungpinang
dengan jumlah peserta semuanya adalah 20 orang. Pada sesi Tanya jawab salah
seorang peserta pelatihan menanyakan tentang perlu atau tidaknya investor untuk menanamkan modalnya untuk
membuka perkebunan sasyuran di Kabupaten bintan dan tanggapan dari narasumber
adalah bahwa pemerintah menginginkan petani yang memproduksi produk sayuran
tersebut dan kemudian menjualnya ke luar negeri jadi kerjasamanya adalah dalam
bentuk pengolahan dan pemasaran hasil produksi sayuran petani.
Kemudian
menurut keterangan dari panitia penyelenggara kegiatan pelatihan TOT Pemandu Sekolah Lapang GAP Sayuran dan Sosialisasi Teknologi Sayuran
ini dilaksanakan selama 3 hari dan pada hari terakhir dilakukan kegiatan
kunjungan ke lapangan untuk meninjau lokasi usaha tani yang cukup bagus dalam
mengembangkan tanaman sayuran. Untuk kunjungan ke lapangan ini lokasi yang
dipilih adalah Kecamatan Bintan Timur dan Kecamatan Toapaya di Kabupaten Bintan
, Kepulauan Riau. ( Oleh : Syahrinaldi, Penyuluh Pertanian, BPPKP Kabupaten Bintan
)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar