Kamis, 12 Oktober 2017

TEMU USAHA PENINGKATAN KEMAMPUAN KELEMBAGAAN PETANI





Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau mengadakan kegiatan Temu Usaha Peningkatan Kemampuan Lembaga Petani Dalam Rangka Peningkatan Mutu Produk Pangan Olahan. Kegiatan temu usaha ini dilaksanakan untuk meningkatkan mutu produk pangan olahan yang dihasilkan oleh Kelompok Wanita Tani yang ada di Kabupaten Bintan.

Sekarang ini ada sebagian produk pangan olahan yang mutunya belum  begitu baik, misalnya belum dilengkapi dengan Nomor P-IRT, belum adanya Sertifikat Halal , sehingga melalui kegiatan ini diharapkan masalah tentang Nomor P-IRT dan sertifikasi halal bisa segera diatasi.

Kegiatan temu usaha ini dilaksanakan di Aula Kantor Camat Toapaya Kabupaten Bintan. Temu usaha peningkatan kemampuan lembaga petani ini dilaksanakan pada hari Kamis , 20 Juli 2017. Dalam kegiatan tersebut hadir para pengurus Kelompok Wanita Tani yang ada di Kabupaten Bintan. Selain itu juga hadir dinas atau instansi yang terkait, seperti Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Bintan, Dinas Perindustrian  dan Perdagangan Kabupaten Bintan, BPOM Provinsi  Kepulauan Riau  dan MUI Kabupaten Bintan.

Dalam kegiatan tersebut narasumber dari BPOM Provinsi Kepulauan Riau menyampaikan tentang keamanan pangan.  Keamanan Pangan   adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.

Higiene Sanitasi Jasaboga adalah upaya untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari bahan makanan, orang, tempat dan peralatan agar aman dikonsumsi.

Higiene dan sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara kebersihan individu. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan.

Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan  tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan tersebut siap untuk dikonsumsikan   kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan   untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan  merugikan pembeli, mengurangi kerusakan makanan.

Ada lima langkah berikut ini harus dilakukan dalam upaya pemeliharaan sanitasi makanan: (1)  penggunaan alat pengambil makanan. Sentuhan tangan merupakan penyebab yang paling umum terjadinya pencemaran makanan. Mikroorganisme yang melekat pada tangan akan berpindah ke dalam makanan dan akan berkembang biak dalam makanan, terutama dalam makanan jadi. (2)   penjagaan makanan dari kemungkinan pencemaran. Makanan atau bahan makanan harus disimpan di tempat yang tertutup dan terbungkus dengan baik sehingga tidak memungkinkan terkena debu. (3)  penyediaan lemari es. Banyak bahan makanan dan makanan jadi yang harus disimpan dalam lemari es agar tidak menjadi rusak atau busuk. (4)  pemanasan makanan yang harus dimakan dalam keadaan panas. Jika makanan menjadi dingin mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang biak dengan cepat. (5)  jangan menyimpan makanan  terlalu lama. Jarak waktu penyimpanan makanan selama 3 atau 4 jam sudah cukup bagi berbagai bakteri untuk berkembang.

Terkait dengan proses sertifikasi halal , maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, (1) Kebijakan Halal, Manajemen Puncak harus menetapkan Kebijakan Halal dan mensosialisasikan kebijakan halal kepada seluruh pemangku kepentingan (stake holder) perusahaan. (2) Tim Manajemen Halal , Manajemen Puncak harus menetapkan Tim Manajemen Halal yang mencakup semua bagian yang terlibat dalam aktivitas kritis serta memiliki tugas, tanggungjawab dan wewenang yang jelas. (3).  Pelatihan dan Edukasi, Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan. Pelatihan internal harus dilaksanakan minimal setahun sekali dan pelatihan eksternal harus dilaksanakan minimal dua tahun sekali. (4). Bahan, Bahan yang digunakan dalam pembuatan produk yang disertifikasi tidak boleh berasal dari bahan haram atau najis. Perusahaan harus mempunyai dokumen pendukung untuk semua bahan yang digunakan, kecuali bahan tidak kritis atau bahan yang dibeli secara retail. (5) Produk, Karakteristik/profil sensori produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah kepada produk haram atau yang telah dinyatakan haram berdasarkan fatwa MUI. Merk/nama produk yang didaftarkan untuk disertifikasi tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan atau ibadah yang tidak sesuai dengan syariah Islam. Produk pangan eceran (retail) dengan merk sama yang beredar di Indonesia harus didaftarkan seluruhnya untuk sertifikasi, tidak boleh jika hanya didaftarkan sebagian. (6)  Fasilitas Produksi,  Industri pengolahan: (i) Fasilitas produksi harus menjamin tidak adanya kontaminasi silang dengan bahan/produk yang haram/najis; (ii) Fasilitas produksi dapat digunakan secara bergantian untuk menghasilkan produk yang disertifikasi dan produk yang tidak disertifikasi selama tidak mengandung bahan yang berasal dari babi/turunannya, namun harus ada prosedur yang menjamin tidak terjadi kontaminasi silang.

Kegiatan temu usaha peningkatan kemampuan lembaga petani ini dihadiri sekitar 100 orang peserta. (Oleh , Syahrinaldi, Dinas Pertanian Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau ).










Tidak ada komentar:

Posting Komentar