Tanaman tebu atau Saccharum
officinarum merupakan bahan utama penghasil gula pasir. Pengusahaan tanaman
tebu pada lahan sawah perlu memperhatikan kelayakan usaha, dalam arti dapat
memberikan produktivitas lahan yang cukup tinggi, tidak terlalu jauh dari
pabrik gula dengan prasarana seperti jalan dan jembatan yang cukup, dan tidak
membahayakan kelestarian lingkungan.
Kelayakan usaha ini sangat
penting karena tidak saja menyangkut operasi perusahaan tetapi juga pendapatan
petani yang mengusahakan tebu di wilayah itu. Usahatani yang dapat menjamin
pendapatan yang cukup tinggi merupakan motivasi kuat yang mendorong petani
mencintai tanaman tebu yang diusahakannya. Kebutuhan konsumsi gula nasional
saat ini, terdiri dari konsumsi gula masyarakat sebesar 2,5 juta ton pertahun,
dan kebutuhan industri sebesar 800.000 ribu ton per tahun.
Untuk mencapai
target swasembada gula, pemerintah memaksimalkan produksi perkebunan tebu di
seluruh Indonesia baik penanaman di lahan sawah maupun di lahan kering. Penanaman tebu di lahan sawah biasanya menggunakan sistem
reynoso yaitu teknologi budidaya tebu untuk lahan sawah dengan sistem drainase
yang sangat intensif serta memerlukan banyak tenaga kerja.
Ada beberapa jenis bibit tebu yang dapat ditanam antara
lain:
• Rayungan digunakan untuk lahan berpengairan cukup.
• Bagal digunakan untuk lahan sawah
• Bagal lonjoran digunakan sama dengan bagal, terutama untuk hamparan yang jauh dari kebun bibit dengan maksud untuk memudahkan dan mencegah kerusakan bibit dalam pengangkutan.
• Dederan digunakan dengan maksud yang sama dengan rayungan, terutama untuk menampung bibit bagal atau stek pucuk pada hamparan yang belum siap tanam dan atau untuk penyulaman. Sumingan dan sebalangan digunakan untuk penyulaman, dan stek pucuk terutama digunakan untuk lahan dengan porositas tanah tinggi, pengairan tidak cukup, sangat tergantung hujan, dan atau untuk mengatasi kekurangan bibit di wilayah tertentu.
• Rayungan digunakan untuk lahan berpengairan cukup.
• Bagal digunakan untuk lahan sawah
• Bagal lonjoran digunakan sama dengan bagal, terutama untuk hamparan yang jauh dari kebun bibit dengan maksud untuk memudahkan dan mencegah kerusakan bibit dalam pengangkutan.
• Dederan digunakan dengan maksud yang sama dengan rayungan, terutama untuk menampung bibit bagal atau stek pucuk pada hamparan yang belum siap tanam dan atau untuk penyulaman. Sumingan dan sebalangan digunakan untuk penyulaman, dan stek pucuk terutama digunakan untuk lahan dengan porositas tanah tinggi, pengairan tidak cukup, sangat tergantung hujan, dan atau untuk mengatasi kekurangan bibit di wilayah tertentu.
Penyiapan Tanah
Penyiapan tanah untuk penanaman tebu di lahan sawah dengan sistem reynoso harus menyiapkan juringan sebagai tempat larikan tebu. Juringan dibuat sedalam 20-30 cm diikuti penggemburan tanah. Lebar juringan sekurang-kurangnya 40 cm dan panjang juringan harus memperhatikan tingkat drainase. Pada jenis tanah tertentu panjang juringan umumnya 8-10 meter bagi juringan pendek dan 25-50 meter bagi juringan panjang, tegak lurus pada arah kemiringan. Jarak antar dua juringan yaitu dari pusat ke pusat biasanya 110 cm. Juga harus dibuat saluran air drainase berupa got keliling untuk pembuangan air pada musim hujan dan pemasukan air pada musim kemarau.
Cara Tanam
Pekerjaan penanaman meliputi pekerjaan menurunkan tanah yang telah kering, menghancurkan gumpalan tanah yang besar menjadi lebih kecil, menyiram gumpalan tanah, meratakan papan tanam, memilih dan memotong bibit, mengangkut lahan tegalan yang dibuka dengan sistem bajak, dan menyiapkan kasuran berupa tanah halus yang biasa disebut tanah wangi setebal 15-20 cm di dasar juringan. Sehari sebelum bibit ditanam, kasuran ini biasanya disiram air secukupnya, agar besoknya bibit sudah bisa ditanami.
Pekerjaan penanaman meliputi pekerjaan menurunkan tanah yang telah kering, menghancurkan gumpalan tanah yang besar menjadi lebih kecil, menyiram gumpalan tanah, meratakan papan tanam, memilih dan memotong bibit, mengangkut lahan tegalan yang dibuka dengan sistem bajak, dan menyiapkan kasuran berupa tanah halus yang biasa disebut tanah wangi setebal 15-20 cm di dasar juringan. Sehari sebelum bibit ditanam, kasuran ini biasanya disiram air secukupnya, agar besoknya bibit sudah bisa ditanami.
Peletakan bibit bagal maupun
rayungan bermata dua diletakkan mendatar di atas kasuran dengan posisi bibit
menghadap kesamping, dengan maksud memberi kemungkinan yang sama bagi semua
mata untuk berkecambah. Bibit dalam bentuk bagal, dengan jumlah mata yang
tertanam berkisar antara 8-10 mata per meter juringan.
Penggunaan bibit rayungan
bermata satu peletakkan bibit ditancapkan miring dengan mata rayungan berada
dibawah agar akar yang tumbuh segera mendapatkan tanah tempat dia mengambil
hara, sekaligus untuk melindungi mata rayungan dari pengaruh terik matahari.
Penggunaan mata rayungan ini seyogyanya hanya pada daerah-daerah yang
irigasinya terjamin. Sebagai bahan sulam biasanya dibuat dederan dari stek
bibit bermata satu, dengan maksud agar pada waktu disulamkan tidak terlalu
tertinggal pertumbuhannya dibanding tanaman induknya.
Waktu tanam
Untuk mencapai penebangan pada kemasakan optimal, maka rencana tanam dikaitkan dengan penggunaan varietas tebu. Pada wilayah dengan musim tanam yang berbeda, waktu tanam perlu disesuaikan. (Oleh : Syahrinaldi, DKPP Kab. Bintan , Kepulauan Riau) Sumber : cybex pertanian.go.id
Untuk mencapai penebangan pada kemasakan optimal, maka rencana tanam dikaitkan dengan penggunaan varietas tebu. Pada wilayah dengan musim tanam yang berbeda, waktu tanam perlu disesuaikan. (Oleh : Syahrinaldi, DKPP Kab. Bintan , Kepulauan Riau) Sumber : cybex pertanian.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar