Tebu adalah
salah satu bahan baku utama dari gula. Sedangkan gula merupakan bagian dari
komoditi sembilan bahan kebutuhan pokok masyarakat yang harus dijaga
kestabilannya. Dalam landasan konseptual pembangunan pertanian di Indonesia,
gula juga salah satu dari 5 komoditas prioritas disamping padi, jagung,
kedelai, dan daging sapi.
Seperti halnya komoditi yang lain, tebu
haruslah melalui berbagai tahapan proses sebelum menghasilkan gula. Mulai dari
pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan yang terakhir pemanenan. Dari
tahap-tahap tersebut, tahap pemanenan sangat menentukan kualitas dan kuantitas
produk gula yang dihasilkan. Cara pemanenan yang salah atau tidak
sesuai dengan kriteria teknis pemanenan misalnya, akan menimbulkan kerugian
cukup besar. Sebagai contoh, kesalahan dalam menentukan saat panen, atau teknis
pola tebang yang tidak didasarkan pada kemasakan, sebaran lokasi dan pembatasan
fron tebang akan berdampak pada hasil yang lebih sedikit maupun kualitas yang
kurang baik.
Panen tebu adalah kegiatan memungut
seluruh batang tebu secara efisien dan dapat diolah menjadi gula dalam keadaan
optimum (tebu layak giling). Kelancaran panen akan menghasilkan penyediaan tebu
di Pabrik secara berkesinambungan dan dalam jumlah sesuai dengan kapasitas
giling, sehingga tebu dapat diolah dalam keadaan relatif segar. Kelancaran
panen mempengaruhi efisiensi pengolahan. Kegiatan panen
meliputi 2 hal pokok yaitu : penentuan saat panen dan tebang angkut.
Dalam tebang angkut termasuk di
dalamnya pengaturan jadwal tebang, tebangan dan pengangkutan sampai di pabrik
gula. Kegiatan ini masih termasuk dalam lingkup kegiatan tanaman. Pada tebu
rakyat, panen termasuk tanggung jawab petani karena petani menyerahkan tebu
yang dihasilkannya di timbangan pabrik gula. Dalam pelaksanaan, umumnya petani
menyerahkan pelaksanaan panen kepada pabrik gula yang bertanggung jawab atas
kepengurusan dan pengaturan kegiatan tersebut. Kadang-kadang petani juga
menguasakan pelaksanaan panen kepada KUD/KPTR, tetapi umumnya KUD/KPTR lebih
cenderung melaksanakan sebagian saja, yaitu kegiatan angkutan yang kebanyakan
dilakukan dengan truk.
1.
Penentuan saat panen
Seperti tanaman lain, panen tebu dilakukan pada tingkat kemasakan optimum, yaitu pada umur 11-12 bulan saat tebu dalam kondisi mengandung gula tertinggi. Prinsip panen tebu adalah MBS (manis, bersih dan segar). Untuk mengetahui tingkat kemasakan tebu dilakukan analisis kemasakan tebu secara periodik (15 hari sekali) sejak dua atau tiga bulan sebelum mulai giling.
Seperti tanaman lain, panen tebu dilakukan pada tingkat kemasakan optimum, yaitu pada umur 11-12 bulan saat tebu dalam kondisi mengandung gula tertinggi. Prinsip panen tebu adalah MBS (manis, bersih dan segar). Untuk mengetahui tingkat kemasakan tebu dilakukan analisis kemasakan tebu secara periodik (15 hari sekali) sejak dua atau tiga bulan sebelum mulai giling.
Analisis
yang dilakukan dengan cara menggiling contoh tebu digiling kecil di
laboratorium. Setelah dilakukan berbagai perhitungan akan menghasilkan data
tentang tingkat kemasakan, rendemen, kemampuan peningkatan rendemen dan daya
tahan tebu. Dengan menganalisis data tersebut dan memperhatikan faktor
lingkungan dan kapasitas giling, dapat disusun jadwal panen berbagai kebun
sesuai saat optimum kemasakannya. Penyusunan jadwal panen tersebut
dimusyawarahkan dalam forum musyawarah produksi gula (FMPG) karena petani
pemilik tebu mempunyai hak ikut menetapkan saat panen miliknya.
2.
Tebang angkut
Kegiatan tebang angkut merupakan kegiatan kritikal dalam proses produksi gula karena tidak tepatnya penanganan dapat menimbulkan kerugian cukup besar. Panen tebu dilakukan dengan menebang batang-batang tebu yang sehat (tebu layak giling), mengumpulkan dan mengangkut ke pabrik gula untuk digiling. Penebangan dapat dilakukan secara manual maupun secara mekanis/tenaga mesin seperti alat tebang tebu PSAB 93-1. Penebangan tebu secara manual dilakukan dengan cara membongkar guludan tebu dan mencabut batang-batang tebu secara utuh untuk kemudian dibersihkan dari tanah, akar, pucuk, daun kering dan kotoran.
Kegiatan tebang angkut merupakan kegiatan kritikal dalam proses produksi gula karena tidak tepatnya penanganan dapat menimbulkan kerugian cukup besar. Panen tebu dilakukan dengan menebang batang-batang tebu yang sehat (tebu layak giling), mengumpulkan dan mengangkut ke pabrik gula untuk digiling. Penebangan dapat dilakukan secara manual maupun secara mekanis/tenaga mesin seperti alat tebang tebu PSAB 93-1. Penebangan tebu secara manual dilakukan dengan cara membongkar guludan tebu dan mencabut batang-batang tebu secara utuh untuk kemudian dibersihkan dari tanah, akar, pucuk, daun kering dan kotoran.
Teknis pola tebang harus didasarkan
pada kriteria teknis yaitu kemasakan, sebaran lokasi dan pembatasan fron
tebang, Kotoran tidak boleh lebih dari 5 %. Untuk tanaman tebu yang akan
dikepras, pangkal tebu disisakan di dalam tanah sebatas permukaan tanah asli
(tanah waras) agar dapat tumbuh tunas yang akan dipelihara lagi.
Aturan
tebang tebu antara lain sbb:
• Tebu yang ditebang sudah masak, dimana kandungan gula maksimal sedangkangkan kandungan asam-asam organis dan gula reduksi minimal.
• Bagian pucuk batang tebu dibuang, bagian ini kaya dengan kandungan asam-asam amino dan miskin kandungan gula.
• Ditebang hingga bagian pangkal batang
• Tebu tunas dibuang karena tebu ini kaya kandungan asam-asam organis, gula reduksi dan asam amino dan miskin kandungan gula.
• Tebu bersih dari kotoran utamanya daun tebu kering, tanah, dan lain-lain, daun tebu kering mengandung silika berfungsi sebagai amplas sehingga mempercepat keausan rol-rol gilingan.
• Tebu yang ditebang sudah masak, dimana kandungan gula maksimal sedangkangkan kandungan asam-asam organis dan gula reduksi minimal.
• Bagian pucuk batang tebu dibuang, bagian ini kaya dengan kandungan asam-asam amino dan miskin kandungan gula.
• Ditebang hingga bagian pangkal batang
• Tebu tunas dibuang karena tebu ini kaya kandungan asam-asam organis, gula reduksi dan asam amino dan miskin kandungan gula.
• Tebu bersih dari kotoran utamanya daun tebu kering, tanah, dan lain-lain, daun tebu kering mengandung silika berfungsi sebagai amplas sehingga mempercepat keausan rol-rol gilingan.
Teknis pola tebang harus didasarkan
pada kriteria teknis yaitu kemasakan, sebaran lokasi dan pembatasan fron tebang
yang memungkinkan kontrol kwalitas tebangan berjalan dengan baik. Masalah yang
umum timbul dalam tebang muat antara lain adalah penentuan gilir tebang.
Karena saat tanam belum sepenuhnya
dapat diatur sesuai dengan umur tebu dan masa gilir, saat kemasakan optimum
tebu jatuh hampir pada masa yang bersamaan sehingga penebangan harus diatur
secara bergilir. Dengan demikian sebagian tebu terpaksa digiling lebih awal
atau lebih lambat.
Pada pabrik gula yang mengolah tebu
petani keharusan teknis ini sulit karena pola tebang lebih banyak ditentukan
oleh hasil kompromi untuk memperkecil kemungkinan terjadinya perebutan gilir
tebang. Dalam prakteknya tebang diselenggarakan berdasarkan jatah terhadap
kelompok tani. Faktor ini menjadi kendala utama untuk menghasilkan tebu giling
bermutu tinggi. Faktor lain yang merupakan kendala teknis dalam kegiatan tebang
angkut yang optimal adalah lokasi kebun tebu yang semakin terpencar jauh dari
pabrik gula dengan kondisi jalan yang buruk, sehingga waktu tunggu antara
tebang dan giling menjadi lama, umumnya melebihi 24 jam. Hal ini menyebabkan
tingkat kadar gula dalam tebu sulit dipertahankan. Untuk itu haruslah
diupayakan agar tebu yang dipanen telah sampai di pabrik dalam waktu kurang
dari 24 jam. Bukankah lebih cepat lebih baik. (Oleh : Syahrinaldi, DKPP Kab. Bintan, Kepulauan Riau) Sumber : cybex pertanian.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar