Indonesia merupakan salah satu
produsen dan eksportir lada terbesar di dunia. Lada merupakan salah satu rempah
yang akan terus dibutuhkan oleh semua orang. Komoditas ini pun menguntungkan
semua aspek masyarakat, dari petani, penjual, hingga negara yang memperoleh
devisa dari kegiatan ekspor buah lada. Ada dua jenis lada yang dihasilkan
petani kita, yakni lada hitam dan lada putih. Oleh karenanya, perlu tindakan penanaman atau pembudidayaan lada serta
penanganan dan pengolahannya, baik saat panen maupun pasca panen, yang baik dan
tepat.
Lada yang dihasilkan negara
kita dikenal dengan dua jenis, yaitu lada hitam dan lada putih. Keduanya
sebenarnya sama, hanya saja waktu pemanenannya berbeda. Lada hitam dipanen saat
buah belum masak (masih hijau), sedangkan lada putih dipanen saat buah ladanya
sudah masak. Namun,
menurut para importir Eropa, mutu lada putih yang dihasilkan di tingkat petani
cenderung rendah atau belum memenuhi mutu syarat dari negara importir. Hal ini
dikarenakan tingginya kadar kotoran dan kontaminasi mikroorganisme dari lada
putih yang dihasilkan petani.
Kondisi tersebut menyebabkan
pangsa pasar lada Indonesia semakin terdesak oleh produsen-produsen baru yang
tidak hanya menawarkan volume yang lebih besar, tetapi juga mutu yang lebih
tinggi. Pengolahan
lada putih di tingkat petani masih dilakukan secara tradisional, umumnya belum
memperhatikan efisiensi pengolahan, segi kebersihan dan konsistensi mutu.
Perontokan buah lada dengan cara diinjak-injak serta cara penjemuran yang sangat
sederhana memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh debu, kotoran binatang
peliharaan, maupun mikroorganisme.
Tempat perendaman, kualitas air yang kurang
memadai, dan waktu perendaman yang terlalu lama selain menyebabkan kontaminasi
mikroorganisme dan bau busuk pada lada putih yang dihasilkan, juga menyebabkan
aroma khas lada putih yang kurang tajam karena hilangnya sebagian minyak atsiri. Untuk mendapatkan produk lada
yang sesuai dengan keinginan pasar, proses mekanis tersebut perlu
dikombinasikan dengan perlakuan lain. Mutu lada akan lebih baik jika
menggunakan teknologi pengolahan yang telah diperbaiki yaitu pemisahan buah
dari tangkai menggunakan alat perontok, diikuti oleh perendaman buah lada
selama tujuh hari dengan penggantian air setiap dua hari mulai pada hari
ketiga.
Tetapi, lama perendaman bergantung dari sifat kulit buah
lada di setiap tempat. Pada pengolahan lada putih diperlukan perlakuan
perendaman dengan antioksidan setelah proses pengupasan untuk menghindari
perubahan warna menjadi coklat selama pengolahan. Perendaman butiran lada dalam
asam sitrat 2% setelah proses pengupasan dapat menghasilkan lada putih dengan
warna yang mirip dengan lada putih tradisional.
Pemisahan kulit buah lada dilakukan menggunakan alat
pengupas. Pengeringan lada bisa menggunakan sinar matahari, tetapi perlu
dipastikan tempat penjemuran dan media penjemuran bersih dan bebas dari
kontaminan, baik bahan kimia maupun jamur atau bakteri. Usahakan tempat
penjemuran tidak akan jauh dari peternakan, yang memungkinkan kontaminan dengan
mikroba maupun kotoran hewan, baik hewan ternak maupun hewan peliharaan.
Pengeringan biji lada juga bisa dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
1. Penjemuran/ pengeringan menggunakan sinar matahari.
Pengeringan ini mengharuskan wadah pengeringannya bersih dan jauh di atas permukaan tanah. Selain itu tempat pengeringan sebaiknya diberi pagar pelindung agar terhindar dari serangan hama atau binatang peliharaan.
Pengeringan ini mengharuskan wadah pengeringannya bersih dan jauh di atas permukaan tanah. Selain itu tempat pengeringan sebaiknya diberi pagar pelindung agar terhindar dari serangan hama atau binatang peliharaan.
2. Pengeringan dengan mesin pengering.
Pengeringan dengan mesin mengharuskan suhu di bawah 60o C. Hal ini dilakukan untuk mencegah hilangnya senyawa yang mudah menguap. Selama pengeringan dilakukan, perlu dilakukan pembolak-balikan buah beberapa kali agar proses pengeringan terjadi secra merata. Pengeringan dilakukan sampai kadar air mencapai 12 %.
Pengeringan dengan mesin mengharuskan suhu di bawah 60o C. Hal ini dilakukan untuk mencegah hilangnya senyawa yang mudah menguap. Selama pengeringan dilakukan, perlu dilakukan pembolak-balikan buah beberapa kali agar proses pengeringan terjadi secra merata. Pengeringan dilakukan sampai kadar air mencapai 12 %.
Pengemasan dan penyimpanan
lada yang telah kering dapat dikemas menggunakan kantung/ karung/ wadah yang
bersih dan bebas dari komtaminan bahan berbahaya bagi konsumen. Kantung
pengemasan biasanya dilapisi polythene untuk mencegah penyerapan air dari luar
kantung. Produk yang telah dikemas, disimpan di tempat yang bersih dan tidak
disatukan dengan pupuk atau pestisida. (Oleh : Syahrinaldi, DKPP Kab. Bintan, Kepulauan Riau) Sumber : cybex pertanian.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar