Sabtu, 13 Juli 2019

Meningkatkan Nilai Tambah Lada Putih


 
Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir lada terbesar di dunia. Lada merupakan salah satu rempah yang akan terus dibutuhkan oleh semua orang. Komoditas ini pun menguntungkan semua aspek masyarakat, dari petani, penjual, hingga negara yang memperoleh devisa dari kegiatan ekspor buah lada. Ada dua jenis lada yang dihasilkan petani kita, yakni lada hitam dan lada putih.  Oleh karenanya, perlu tindakan penanaman atau pembudidayaan lada serta penanganan dan pengolahannya, baik saat panen maupun pasca panen, yang baik dan tepat.

Lada yang dihasilkan negara kita dikenal dengan dua jenis, yaitu lada hitam dan lada putih. Keduanya sebenarnya sama, hanya saja waktu pemanenannya berbeda. Lada hitam dipanen saat buah belum masak (masih hijau), sedangkan lada putih dipanen saat buah ladanya sudah masak. Namun, menurut para importir Eropa, mutu lada putih yang dihasilkan di tingkat petani cenderung rendah atau belum memenuhi mutu syarat dari negara importir. Hal ini dikarenakan tingginya kadar kotoran dan kontaminasi mikroorganisme dari lada putih yang dihasilkan petani.

Kondisi tersebut menyebabkan pangsa pasar lada Indonesia semakin terdesak oleh produsen-produsen baru yang tidak hanya menawarkan volume yang lebih besar, tetapi juga mutu yang lebih tinggi. Pengolahan lada putih di tingkat petani masih dilakukan secara tradisional, umumnya belum memperhatikan efisiensi pengolahan, segi kebersihan dan konsistensi mutu. Perontokan buah lada dengan cara diinjak-injak serta cara penjemuran yang sangat sederhana memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh debu, kotoran binatang peliharaan, maupun mikroorganisme.

 Tempat perendaman, kualitas air yang kurang memadai, dan waktu perendaman yang terlalu lama selain menyebabkan kontaminasi mikroorganisme dan bau busuk pada lada putih yang dihasilkan, juga menyebabkan aroma khas lada putih yang kurang tajam karena hilangnya sebagian minyak atsiri. Untuk mendapatkan produk lada yang sesuai dengan keinginan pasar, proses mekanis tersebut perlu dikombinasikan dengan perlakuan lain. Mutu lada akan lebih baik jika menggunakan teknologi pengolahan yang telah diperbaiki yaitu pemisahan buah dari tangkai menggunakan alat perontok, diikuti oleh perendaman buah lada selama tujuh hari dengan penggantian air setiap dua hari mulai pada hari ketiga.

Tetapi, lama perendaman bergantung dari sifat kulit buah lada di setiap tempat. Pada pengolahan lada putih diperlukan perlakuan perendaman dengan antioksidan setelah proses pengupasan untuk menghindari perubahan warna menjadi coklat selama pengolahan. Perendaman butiran lada dalam asam sitrat 2% setelah proses pengupasan dapat menghasilkan lada putih dengan warna yang mirip dengan lada putih tradisional.

Pemisahan kulit buah lada dilakukan menggunakan alat pengupas. Pengeringan lada bisa menggunakan sinar matahari, tetapi perlu dipastikan tempat penjemuran dan media penjemuran bersih dan bebas dari kontaminan, baik bahan kimia maupun jamur atau bakteri. Usahakan tempat penjemuran tidak akan jauh dari peternakan, yang memungkinkan kontaminan dengan mikroba maupun kotoran hewan, baik hewan ternak maupun hewan peliharaan.

Pengeringan biji lada juga bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Penjemuran/ pengeringan menggunakan sinar matahari.
Pengeringan ini mengharuskan wadah pengeringannya bersih dan jauh di atas permukaan tanah. Selain itu tempat pengeringan sebaiknya diberi pagar pelindung agar terhindar dari serangan hama atau binatang peliharaan.

2. Pengeringan dengan mesin pengering.
Pengeringan dengan mesin mengharuskan suhu di bawah 60o C. Hal ini dilakukan untuk mencegah hilangnya senyawa yang mudah menguap. Selama pengeringan dilakukan, perlu dilakukan pembolak-balikan buah beberapa kali agar proses pengeringan terjadi secra merata. Pengeringan dilakukan sampai kadar air mencapai 12 %.

Pengemasan dan penyimpanan lada yang telah kering dapat dikemas menggunakan kantung/ karung/ wadah yang bersih dan bebas dari komtaminan bahan berbahaya bagi konsumen. Kantung pengemasan biasanya dilapisi polythene untuk mencegah penyerapan air dari luar kantung. Produk yang telah dikemas, disimpan di tempat yang bersih dan tidak disatukan dengan pupuk atau pestisida. (Oleh : Syahrinaldi, DKPP Kab.  Bintan, Kepulauan Riau) Sumber : cybex pertanian.go.id 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar